Kedua Jika sudah jelas bahwa hadits tersebut hadits mawdhû' (palsu) maka kita tidak boleh menjadikannya sebagai dalil hukum syara', termasuk menjadikannya sebagai dalil anjuran kekhususan berhubungan suami istri di malam Jum'at.
Diasuh Oleh Ust M Shiddiq Al Jawi Tanya Ustadz tolong jelaskan status hadits “hubbul wathon minal iman” cinta tanah air sebagian dari iman? Ismail, Tangerang, 081-696-3841 Jawab Ungkapan “hubbul wathon minal iman” memang sering dianggap hadits Nabi SAW oleh para tokoh nasionalis, mubaligh, dan juga da`i yang kurang mendalami hadits dan ilmu hadits. Tujuannya adalah untuk menancapkan paham nasionalisme dan patriotisme dengan dalil-dalil agama agar lebih mantap diyakini umat Islam. Namun sayang, sebenarnya ungkapan “hubbul wathon minal iman” adalah hadits palsu maudhu’. Dengan kata lain, ia bukanlah hadits. Demikianlah menurut para ulama ahli hadits yang terpercaya, sebagaimana akan diterangkan kemudian. Mereka yang mendalami hadits, walaupun belum terlalu mendalam dan luas, akan dengan mudah mengetahui kepalsuan hadits tersebut. Lebih-lebih setelah banyaknya kitab-kitab yang secara khusus menjelaskan hadits-hadits dha’if lemah dan palsu, misalnya Kitab Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu’ah Ala Sayyid al-Mursalinkarya Syaikh Muhammad bin al-Basyir bin Zhafir al-Azhari asy-Syafi’i w. 1328 H Beirut Darul Kutub al-Ilmiyah, 1999, hlm. 109; dan Kitab Bukan Sabda Nabi! Laysa min Qaul an-nabiy SAW karya Muhammad Fuad Syakir, diterjemahkan oleh Ahmad Sunarto, Semarang Pustaka Zaman, 2005, hlm. 226. Kitab-kitab tersebut mudah dijangkau dan dipelajari oleh para pemula dalam ilmu hadits di Indonesia, sebelum menelaah kitab-kitab khusus lainnya tentang hadits-hadits palsu, seperti Kitab Al-Maudhu’atkarya Ibnul Jauzi w. 597 H; Kitab Al-La`aali al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ahkarya Imam as-Suyuthi w. 911 H; Kitab Tanzih Asy-Syari’ah al-Marfu`ah an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu`ahkarya Ibnu Arraq Al-Kanani. Lihat Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, hlm. 93. Berikut akan kami jelaskan penilaian para ulama hadits yang menjelaskan kepalsuan hadits “hubbul wathon minal iman”. Dalam kitab Tahdzirul Muslimin karya Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i hlm. 109 tersebut diterangkan, bahwa hadits “hubbul wathon minal iman” adalah maudhu` palsu. Demikianlah penilaian Imam as-Sakhawi dan Imam ash-Shaghani. Imam as-Sakhawi w. 902 H menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya al-Maqashid al-Hasanah fi Bayani Katsirin min al-Ahadits al-Musytaharah ala Alsinah, halaman 115. Sementara Imam ash-Shaghani w. 650 H menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya Al-Maudhu’at, halaman 8. Penilaian palsunya hadits tersebut juga dapat dirujuk pada referensi-referensi al-maraji’ lainnya sebagai berikut Kasyful Al-Khafa` wa Muziilu al-Ilbas, karya Imam Al-Ajluni w. 1162 H, Juz I hlm. 423; Ad-Durar Al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Masyhurah, karya Imam Suyuthi w. 911 H, hlm. 74; At-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya Imam Az-Zarkasyi w. 794 H, hlm. 11. Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu’ah Ala Sayyid al-Mursalin, hlm. 109 Ringkasnya, ungkapan “hubbul wathon minal iman” adalah hadits palsu maudhu’ alias bukanlah hadits Nabi SAW. Hadits maudhu’ adalah hadits yang didustakan al-hadits al-makdzub, atau hadits yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat al-mukhtalaq al-mashnu` yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Artinya, pembuat hadits maudhu` sengaja membuat dan mengadakan-adakan hadits yang sebenarnya tidak ada Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin, hlm. 35; Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, hlm. 89. Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, meriwayatkan hadits maudhu’ adalah haram hukumnya bagi orang yang mengetahui kemaudhu’an hadits itu serta termasuk salah satu dosa besar kaba`ir, kecuali disertai penjelasan mengenai statusnya sebagai hadits maudhu’ Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin, hlm. 43. Maka dari itu, saya peringatkan kepada seluruh kaum muslimin, agar tidak mengatakan “hubbul wathon minal iman” sebagai hadits Nabi SAW, sebab Nabi SAW faktanya memang tidak pernah mengatakannya. Menisbatkan ungkapan itu kepada Nabi SAW adalah sebuah kedustaan yang nyata atas nama Nabi SAW dan merupakan dosa besar di sisi Allah SWT. Nabi SAW bersabda ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار “Barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.” Hadits Mutawatir. Terlebih lagi Islam memang tidak pernah mengenal paham nasionalisme atau patriotisme yang kafir itu, kecuali setelah adanya Perang Pemikiran al-ghazwul fikri yang dilancarkan kaum penjajah. Kedua paham sesat ini terbukti telah memecah-belah kaum muslimin seluruh dunia menjadi terkotak-kotak dalam wadah puluhan negara bangsa nation-state yang sempit, mencekik, dan membelenggu. Maka, kaum muslimin yang terpasung itu wajib membebaskan diri dari kerangkeng-kerangkeng palsu bernama negara-negara bangsa itu. Kaum muslimin pun wajib bersatu di bawah kepemimpinan seorang Imam Khalifah yang akan mempersatukan kaum muslimin seluruh dunia dalam satu Khilafah yang mengikuti minhaj nubuwwah. Semoga datangnya pertolongan Allah ini telah dekat kepada kita semua. Amin.AsSyeikh Nashiruddin Al-Albani -rahimahullohu ta'ala- berkata dalam Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoifah I/251, "Hadits ini Maudhu' / Palsu" Dalam periwayatannya ada seseorang bernama Thoriq bin Abdurrahman, Imam Ad-Dzahabi telah menjelaskannya dalam kitab "Ad-Dhu'afa" beliau berkata, An-Nasa'i berkata: "Hadits ini tidak kuat". Origin is unreachable Error code 523 2023-06-16 170231 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d849e63cbf3b960 • Your IP • Performance & security by Cloudflare YthBapak/Ibu/Jamaah. Sebagai bagian dari syiar Islam, Jika ada yang ingin didiskusikan tentang masalah-masalah Agama Islam kiranya bisa kirim via email ke pengasuh Rubrik Tanya Jawab, yaitu: contact@raudhatuljannah-gma.com. Insya Allah akan dijawab oleh narasumber kita yaitu Bapak Ustad DR. H. Syahrir Nuhun,Lc, M. THI. Hadits Maudhu’ atau hadits palsu menurut sebagian ulama merupakan salah satu jenis dari sekian jenis hadits dha’if. Jenis hadits sangatlah banyak. Kajian Pengertian Hadits Maudhu / hadits palsu, kedudukannya, hukum meriwayatkan, hukum mengamalkan hadits maudhu, sejarah hadits maudhu, faktor pendorong munculnya hadits maudhu, cara mengetahui hadits maudhu, dan contoh hadits maudhu. Menurut Imam Ibnu Hibban ada 49 jenis. Sebagian ulama tidak mengkategorikan hadits maudhu’ sebagai bagian dari hadits dha’if. Ulama yang masih mengkategorikan hadits maudhu’ sebagai hadits dha’if menyebutnya sebagai hadits dha’if yang paling buruk. Tulisan berikut ini akan mengulas secara singkat tentang pengertian hadits maudhu’, sejarah kemunculannya, sebab yang mendorong kemunculannya, hukum meriwayatkan dan mengamalkannya serta contoh-contohnya yang populer di negeri kita. Pengertian Hadits Maudhu atau Hadits PalsuPengertian hadits maudhu’ di tinjau dari segi bahasa dan istilah adalah sebagai berikut Arti Maudhu’ secara Bahasa الموضوع – al-maudhu’ – Secara bahasa adalah isim maf’ul dari وَضَـعَ يَضَـع yang memiliki beberapa arti, di antaranya الإسقاط – Menggugurkan atau membatalkanmisalnya وضع الجناية عنه Menggugurkan tindak kejahatan dari dirinya.’ الاختلاق والافتراء – mengada-ada atau merekayasa dan memalsukan, membuat-buat, mereka-rekaMisalnya, وضع فلان القصة Si Fulan telah membuat cerita palsu atau mereka-reka cerita.’[i] Pengertian Hadits Maudhu Secara Istilah Dalam tinjauan istilah ilmu hadits yang dimaksud dengan hadits maudhu’ adalah suatu kedustaan dan kepalsuan yang disandarkan kepada Rasulullah ﷺ yang tidak pernah dikatakan atau ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ.[ii] Kedudukan Hadits Maudhu’ / Hadits Palsu Hadits maudhu’ merupakan hadits dha’if yang paling rendah dan paling buruk. Sebagian ulama malah mengangapnya terpisah, bukan bagian dari jenis-jenis hadits dha’if.[iii] Hukum Meriwayatkan dan Mengamalkan Hadits Maudhu / Hadits PalsuHukum Meriwayatkan Hadits Maudhu’ / Hadits Palsu Para ulama sepakat bahwa hadits maudhu’ tidak boleh diriwayatkan bagi orang yang sudah mengetahui keadaannya atau statusnya kecuali jika disertai penjelasan mengenai statusnya sebagai hadits maudhu’. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim Rasulullah ﷺ bersabda, مَنْ حَدَّثَ عَنِّي بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ “Siapa yang menyampaikan suatu hadits dari padahal telah diketahui hadits itu dusta maka dia termasuk salah seorang pendusta.” [Hadits riwayat Muslim di dalam Mukadimah kitab Shahihnya] Hukum Mengamalkan Hadits Maudhu / Hadits Palsu Syaikh Khalid Abdul Mun’im ar-Rifa’i mengatakan, “Tidak boleh beramal dengan hadits maudhu’ secara mutlak. Demikian pula dengan menceritakan hadits maudhu’. Kecuali dalam rangka untuk memperingatkan dari kepalsuan hadits tersebut dan menjelaskan keadaannya. Hal ini berbeda dengan hadits dha’if yang tidak sampai ke tingkat maudhu’. Menurut sebagian dari ahli ilmu tetap diperbolehkan beramal dengan hadits dha’if dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh para ulama.[iv] Baca juga Hadits Matruk dan Contohnya Sejarah Hadits Maudhu’ / Hadits Palsu Sejarah Faktor Munculnya Hadits Maudhu Hadits Palsu Pada abad kedua Hijriah, perkembangan ilmu pengetahuan Islam pesat sekali dan telah melahirkan para imam mujtahid di berbagai bidang. Di antaranya di bidang fikih dan ilmu kalam. Pada dasarnya para imam mujtahid tersebut meskipun dalam beberapa hal mereka berbeda pendapat, mereka saling menghormati dan menghargai pendapat masing-masing. Akan tetapi, para pengikut masing-masing imam terutama setelah memasuki abad ke-3 hijriah berkeyakinan bahwa pendapat imamnyalah yang benar. Bahkan hal tersebut sampai menimbulkan bentrokan pendapat yang semakin meruncing. Di antara pengikut madzhab yang sangat fanatik akhirnya menciptakan hadits-hadts palsu dalam rangka mendukung madzhabnya dan menjatuhkan madzhab lawannya. Di antara madzhab ilmu kalam, khususnya mu’tazilah, sangat memusuhi ulama hadits sehingga terdorong untuk menciptakan hadit-hadits palsu dalam rangka memaksakan pendapat mereka. Hal ini terutama setelah Khalifah Al-Makmun berkuasa dan mendukung golongan Mu’tazilah. Perbedaan pendapat mengenai kemakhlukan al-Quran menyebabkan Imam Ahmad bin Hanbal seorang tokoh ulama hadits, terpaksa dipenjarakan dan disiksa. Penciptaan hadits-hadits palsu tidak hanya dilakukan oleh mereka yang fanatik madzhab, tetapi momentum pertentangan madzhab tersebut juga dimanfaatkan oleh kaum zindik yang sangat memusuhi Islam, untuk merusak ajaran Islam dan menyesatkan kaum Msulimin. Kegiatan pemalsuan hadits ini semakin disemarakkan oleh para pembuat kisah yang dalam rangka menarik para pendengarnya juga melakukan pemalsuan hadits.[v] Baca juga Hadits Mutawatir dan Contohnya Faktor Pendorong Munculnya Hadits Maudhu’ / Hadits Palsu Ada banyak faktor yang memotivasi atau mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk membuat hadits palsu. Di antara faktor-faktor pendorong tersebut adalah sebagai berikut Pertikaian antar dan serangan terhadap agama bercerita dan memberikan nasehat dan Mengingatkan manusia memberikan tadzkirahSebagai mata pencaharian dan mencari terhadap ras, kabilah, bahasa dan tanah diri kepada para penguasa dan pribadi atau bertujuan untuk melakukan pembalasan terhadap seseorang atau kelompok popularitas dan berbeda dari yang lain.[vi]Cara Mengetahui Hadits Maudhu’ / Hadits Palsu Cara Mengetahui Hadits Maudhu Hadits Hadits maudhu’ atau hadits palsu dapat diketahui melalui sejumlah cara berikut ini Pengakuan si pembuat hadits maudhu’ / hadits pengakuan Abu Ishmah bi Abi Maryam bahwa dia telah membuat hadits-hadits maudhu’ / hadits palsu mengenai keutamaan surat-surat al-Quran dari Ibnu Abbas. Diperoleh dari runutan jika ia menceritakan suatu hadits dari syaikhnya. Setelah ditanya kelahirannya, ternyata diketahui bahwa syaikhnya itu meninggal sebelum sang rawi lahir. Ditambah lagi bahwa hadits tersebut tidak dikenal kecuali melalui dirinya. Melalui indikasi sang jika sang perawi adalah seorang Syiah rafidhah, sementara haditsnya berkaitan dengan keutamaan ahlul bait. Melalui indikasi pada matan haditsnya memiliki lafazh-lafazh yang janggal atau bertentangan dengan panca indera atau bertentangan dengan nash-nash yang sharih terang dalam al-Quran.[vii] Baca juga Pengertian Hadits Masyhur Contoh Hadits Maudhu’ dan Artinya Contoh Hadits Maudhu Hadits Palsu Berikut ini beberapa contoh dari hadits maudhu’ yang sering kita dapati di negeri kita. Kami mengambil contoh-contoh ini sebagian besar dari Buku Silsilah Hadits Dh’aif dan Maudhu’ Karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, salah seorang ahli hadits terkemuka abad 20 dan dari beberapa sumber lainnya. 1. Hadits Maudhu / Hadits Palsu Tentang Jihad رجعنا من الجهاد الأصغر، إلى الجهاد الأكبر Roja’na min jihadil ashghor ila jihadil akbar “Kita telah pulang dari jihad ashghor yang paling kecil menuju kepada jihad akbar yang paling besar.” Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “ini adalah ucapan Ibrahim bin Ablah seorang Tabi’in dan bukan hadits.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah di dalam Al-Fatawa juz 11 halaman 197 mengatakan, “Adapun hadits yang diriwayatkan oleh sebagian dari mereka bahwa Nabi ﷺ bersabda dalam peran Tabuk رجعنا من الجهاد الأصغر، إلى الجهاد الأكبر “Kita telah pulang dari jihad ashghor yang paling kecil menuju kepada jihad akbar yang paling besar.” ini tidak ada sumbernya. Tidak seorang pun yang memiliki pengetahuan ma’rifah memandangnya sebagai sabda Nabi ﷺ dan perbuatannya.”[viii] 2. Hadits Maudhu / Hadits Palsu Tentang Mencari Rezeki إنَّ اللهَ يحبُّ أن يرى عبدَه تعبًا في طلبِ الحلالِ Inalloha yuhibbu an yaro abdahu ta’iban fi tholabil halal “Sesungguhnya Allah suka melihat hamba-Nya yang lelah dalam mencari rezeki yang halal.” Riwayat hadits tersebut maudhu’. Al-Hafizh al-Iraqi mengatakan bahwa dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Sahl Al-Aththar. Ad-Daruquthni menyatakan bahwa al-Aththar adalah pemalsu hadits. [Silsilah Hadits Dha’if Jilid 1, Muhammad Nashirudin Al-Albani, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hadits no 10. hal 41] 3. Hadits Maudhu / Hadits Palsu Tentang Cinta Tanah Air حب الوطن من الإيمان Hubbul wathon minal iman “Mencintai tanah air sebagian dari iman.” Dinyatakan oleh Ash-Shaghani bahwa hadits ini maudhu’. Disamping itu maknanya tidak benar. Sebab mencintai tanah air sama dengan mencintai jiwa raga dan harta benda. Itu adalah hal yang naluriah bagi setiap insan dan tidak perlu diagung-agungkan. Apalagi dikatakan termasuk sebagian dari iman. Kita dapat melihat bahwa rasa cinta tanah air ini tidak ada bedanya antara orang mukmin dengan orang kafir. [Silsilah Hadits Dha’if Jilid 1, Muhammad Nashirudin Al-Albani, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hadits no 36. hal 56] 4. Hadits Maudhu / Hadits Palsu Tentang Ikhtilaf Ummat Hadits ikhtilaf ummat merupakan salah satu hadits palsu yang sangat populer. اختلاف أمتي رحمة Ikhtilafu ummati rahmah. “Perselisihan ikhtilaf di antara umatku adalah rahmat.” Hadits ini tidak ada sumbernya. Imam As-Subki mengatakan, “Hadits tersebut tidak dikenal di kalangan para pakar hadits dan saya pun tidak menjumpai sanadnya yang shahih, dha’if ataupun maudhu’ Ibnu Hazm dalam kitab Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam V/64 menyatakan, “Ini bukan hadits.” [Silsilah Hadits Dha’if Jilid 1, Muhammad Nashirudin Al-Albani, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hadits no. 57. hal 68-69] 5. Hadits Maudhu / Hadits Palsu Tentang Mengenal Diri Sendiri مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ Man arofa nafsahu faqod arofa robbahu “Barang siapa mengenal dirinya, berarti ia telah mengenal Tuhannya.” Hadits ini tidak ada sumbernya menurut Imam Nawawi. Ibnu Taimiyah menyatakan ini hadits maudhu’. [Silsilah Hadits Dha’if Jilid 1, Muhammad Nashirudin Al-Albani, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hadits no. 66, hal. 78] 6. Hadits Maudhu / Hadits Palsu Tentang Tafakkur Hadits tentang tafakkur ini, kadang disampaikan dalam khutbah tentang keutamaan tafakkur tanpa penjelasan status haditsnya oleh para khatib. Padahal hadits tentang tafakkur ini merupakan salah satu contoh hadits maudhu atau hadits palsu. فكرة ساعة خير من عبادة ستين سنة Fikroh sa’ah khoirun min ibadati sittiina sanah. “Berfikir sesaat lebih baik daripada beribadah selama 60 tahun.” Hadits ini maudhu’. Diriwayatkan oleh Ibnul jauzi dalam kitab al-Maudhu’at dengan sanad dari Utsman bin Abdullah al-Qurasyi dari ishaq bin Najih al-Multhi, dari atha’ Al-Khurasani dari Abu Hurairah. Ibnul Jauzi berkata, “Utsman dan gurunya adalah pendusta.” [Silsilah Hadits Dha’if Jilid 1, Muhammad Nashirudin Al-Albani, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hadits no. 173, hal. 157] 7. Hadits Maudhu / Hadits Palsu Tentang Terong – عن أنس قال قال النبي صلى الله عليه وآله كُلوا الباذنجان وأكثروا منها؛ فإنها أول شجرة آمنتْ بالله عز وجل. الدرجة موضوع Dari Anas Radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah Shallahu alaihi wasallam bersabda Makanlah terong dan perbanyaklah memakan darinya, sebab terong adalah pohon yang pertama kali beriman kepada Allah. Derajat hadits ini adalah hadits maudhu / hadits palsu. [ix] Masih banyak lagi hadits maudhu’ tentang terong. Selengkapnya, silahkan baca Hadits Palsu Tentang Terong Tanya Jawab Seputar Hadits Maudhu’ / Hadits Palsu Berikut ini beberapa pertanyaan seputara hadits maudhu’ / hadits palsu yang perlu kami jawab – Apa Bahasa Arabnya Hadits Palsu Bahasa arabnya hadits palsu adalah hadits maudhu’ الحديث الموضوع. Pembahasan lengkapnya secara bahasa dan secara istilah sudah kami jelaskan diatas. Demikianlah pembahasan singkat tentang hadits maudhu’. Semoga bermanfaat untuk menambah wawasan tentang persoalan ini. Bila ada kebenaran dalam tulisan ini maka dari Allah semata karena rahmat dan fadhilah-Nya. Dan bila ada kesalahan di dalamnya maka dari kami dan setan. Semoga Allah Ta’ala berkenan mengampuni semua dosa kami dan kaum Muslimin. Tulisan tentang hadits maudhu’ ini pertama kali diunggah pada 1 Oktober 2021 [i] [ii] Ibid. [iii] Ilmu Hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahhan, hal. 109. [iv] [v] Ulumul Hadis, Dr. Nawir Yuslem, hal. 134. [vi] [vii] Ilmu Hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahhan, hal. 110. [viii] [ix] Baca juga Hadits Berlomba Dalam Kebaikan Dalamhadits lainnya dari 'Ali, Nabi bersabda: « مَنْ رَوَى عَنِّي حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ» "Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya)." (HR. Muslim dalam muqoddimah Shahihnya). Umat Islam sepakat bahwa hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an. Ilmu hadits merupakan salah satu pilar-pilar tsaqofah islam yang memang sudah selayaknya dimiliki oleh setiap kaum muslimin. Dewasa ini, begitu banyak opini umum yang berkembang yang mengatakan bahwa ilmu hadits hanya cukup dipelajari oleh para salaafussholih yang memang benar-benar memiliki kemampuan khusus dalam ilmu agama, sehingga opini ini membuat sebagian kaum muslimin merasa tidak harus untuk mempelajari ilmu hadits. Hal ini tentu sangat tidak dibenarkan karena dapat membuat kaum muslimin menjadi kurang tsaqofah islamnya terutama dalam menjalankan sunnah-sunnah Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam. Terlebih dengan keadaan saat ini dimana sangat banyak beredar hadits-hadits dho’if dan hadits palsu yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin dan tentunya hal ini akan membuat kaum muslimin menjadi para pelaku bid’ah. Jika kaum muslimin masih memandang remeh tentang ilmu hadits ini, maka tentu ini adalah suatu hal yang sangat berbahaya bagi aqidah kaum muslimin dalam menjalankan sunnah Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam. Maka dari itu, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk mempelajarinya supaya tidak timbul kesalah pahaman, apalagi yang berkaitan dengan permasalahan Hadits Maudhu’ yang dapat menyebabkan tidak diterimanya amal ibadah seorang muslim karena mengamalkan Hadits Maudhu’. 1. Apa itu Hadits Maudhu’? 2. Apa saja macam-macam Hadits Maudhu’? 3. Apa saja faktor penyebab munculnya Hadits Maudhu’? 4. Apa saja ciri-ciri Hadits Maudhu’? BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hadits Maudhu’ Hadits palsu dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Hadits Maudhu’. Secara etimologi al-Maudhu’ الموضوع merupakan bentuk isim maf’ul dari kataيضع - وضع. Kata tersebut memiliki makna menggugurkan, meletakkan, meninggalkan, dan mengada-ada. Jadi secara bahasa Hadits Maudhu’ dapat disimpulkan yaitu hadits yang diada-adakan atau dibuat-buat.[1] Menurut terminologi Hadits Maudhu’ terdapat beberapa pengertian, diantaranya menurut Imam Nawawi definisi Hadits Maudhu’ adalah هُوَ الْمُخْتَلَقُ الْمَصْنُوْعُ وَشَرُّ الضَّعِيْفِ، وَيَحْرُمُ رِوَايَتُهُ مَعَ الْعِلْمِ بِهِ فِيْ أَيِّ مَعْنًى كَانَ إِلاَّ مُبَيَّناً. “Dia Hadits Maudhu’ adalah hadits yang yang direkayasa, dibuat-buat, dan hadits dhoi’f yang paling buruk. Meriwayatkannya adalah haram ketika mengetahui kepalsuannya untuk keperluan apapun kecuali disertai dengan penjelasan.”[2] Ada juga yang berpendapat bahwa Hadits Maudhu’ adalah مانُسب الى الرّسول صلى الله عليه وسلّم اختلا قًا وكذبًا ممّا لم يقلْه أو يفعله أو يقرّه “Sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara mengada-ada dan dusta yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun taqrirkan.”[3] Sedangkan menurut sebagian Ulama hadits, pengertian Hadits Maudhu’ adalah هو المختلع المصنوع المنصوب الى رسول الله صلى الله عليه وسلّم زورًا وبهتا نًا سواءٌ كان ذالك عمدًا أم خطأً ”Hadits yang dicipta serta dibuat oleh seseorang pendusta, yang ciptaan itu dinishbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara palsu dan dusta, baik hal itu sengaja maupun tidak.”[4] Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para ’ulama yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak memperbuatnya dan tidak mentaqrirkannya. B. Macam-macam Hadits Maudhu’ 1. Perkataan itu berasal dari pemalsu yang disandarkan pada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam. 2. Perkataan itu berasal dari ahli hikmah, orang zuhud atau Isra’iliyyat dan pemalsu yang menjadikannya hadits. 3. Perkataan yang tidak diinginkan rawinya , melainkan dia hanya keliru.[5] C. Sebab Kemunculan Hadits Maudhu’ Munculnya pemalsuan hadits berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam. Dimulai dengan terbunuhnya Amirul Mukminin Umar bin Khaththab, kemudian Utsman bin Affan, dilanjutkan dengan pertentangan yang semakin memuncak antara kelompok ta’ashub Ali bin Abi Thalib di Madinah dan Mu’awiyah di Damaskus sehingga terjadi perselisihan yang tidak bisa terelakan lagi. Namun lebih ironis lagi bahwa sebagian kaum muslimin yang berselisih ini ingin menguatkan kelompok dan golongan mereka masing-masing dengan al-Qur’an dan al-Hadits. Dikarenakan mereka tidak menemukan teks yang tegas yang mengukuhkan pendapatnya masing-masing, karena banyaknya pakar al-Qur’an dan al- Hadits pada saat itu, akhirnya sebagian diantara mereka membuat hadits-hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam untuk mendukung golongan masing-masing. Inilah awal sejara timbulnya hadits palsu dikalangan umat islam.[6] Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadits tidak hanya lakukan oleh orang-orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non-Islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadits palsu yaitu sebagai berikut 1. Pertentangan politik Pertentangan politik ini terjadi karena adanya perpecahan antara golongan yang satu dengan golongan yang lainnya, dan mereka saling membela golongan yang mereka ikuti serta mencela golongan yang lainnya. Seperti yang terjadi pada polemik pertentangan kelompok ta’ashub Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah sehingga terbentuk golongan syi’ah, khawariz, dll. yang berujung pada pembuatan hadits palsu sebagai upaya untuk memperkuat golongannya masing-masing. 2. Usaha kaum Zindiq Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik sebagai agama ataupun sebagai dasar pemerintahan. Mereka merasa tidak mungkin dapat melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an, sehingga menggunakan cara yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu melakukan pemalsuan hadits, dengan tujuan menghancurkan agama islam dari dalam. Salah satu diantara mereka adalah Muhammad bin Sa’id al-Syami, yang dihukum mati dan disalib karena kezindiqannya. Ia meriwayatkan hadits dari Humaid dari Anas secara marfu’ أناخاتمُ النبيّين لا نبيّ بعديْ إلاّ أن يشاءالله "Aku adalah nabi terakhir, tidak ada lagi nabi sesudahku, kecuali yang Allah kehendaki.”[7] 3. Sikap Ta’ashub terhadap bangsa, suku, bahasa, negeri, dan pimpinan Salah satu tujuan pembuatan hadits palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, dan sebagainya. Itu disebabkan karena kebencian, bahkan balas dendam semata. Sebagai contoh, menurut keterangan al-Khalily, salah seorang penghafal hadits, bahwa kaum Rafidhah telah membuat hadits palsu mengenai keutamaan Ali bin Abi Thalib dan ahlu al-Bait sejumlah hadits.[8] 4. Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat Kelompok yang melakukan pemalsuan hadits ini bertujuan untuk memperoleh simpati dari pendengarnya sehingga mereka kagum melihat kemampuannya. Jadi pada intinya mereka membuat hadits yang disampaikan kepada yang lainnya terlalu berlebih-lebihan dengan tujuan ingin mendapat sanjungan. 5. Perbedaan pendapat dalam masalah Aqidah dan ilmu Fiqih Munculnya hadits-hadits palsu dalam masalah ini berasal dari perselisihan pendapat dalam hal aqidah dan ilmu fiqih para pengikut madzhab. Mereka melakukan pemalsuan hadits karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan madzhabnya masing-masing. Misalnya hadits palsu yang isinya tentang keutamaan Khalifah Ali bin Abi Thaalib عليّ خيرالبشرمَن شكّ فيه كفر "’Ali merupakan sebaik-baik manusia, barangsiapa yang meragukannya maka ia telah kafir.”[9] 6. Membangkitkan gairah beribadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan Sebagian orang sholih, ahli zuhud dan para ulama akan tetapi kurang didukung dengan ilmu yang mapan, ketika melihat banyak orang yang malas dalam beribadah, mereka pun membuat hadits palsu dengan asumsi bahwa usahanya itu merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah subhaanahuwata’ala dan menjunjung tinggi agama-Nya melalui amalan yang mereka ciptakan, padahal hal ini jelas menunjukan akan kebodohan mereka. Karena Allah subhaanahuwata’ala dan Rasul-Nya tidak butuh kepada orang lain untuk menyempurnakan dan memperbagus syari’at-Nya. 7. Pendapat yang membolehkan seseorang untuk membuat hadits demi kebaikan Sebagian kaum muslimin ada yang membolehkan berdusta atas nama Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam untuk memberikan semangat kepada umat dalam beribadah, padahal para ’ulama telah sepakat atas haramnya berdusta atas nama Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam, apapun sebab dan alasannya. D. Ciri-ciri Hadits Maudhu’ Para ulama ahli hadits telah menetapkan beberapa kriteria untuk bisa membedakan antara hadits shohih, hasan dan dho’if. Mereka pun menetapkan beberapa kaidah dan ciri-ciri agar bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits. Berikut adalah beberapa ciri-ciri Hadits Maudhu’ yang diambil dari berbagai sumber. Secara garis besar ciri-ciri Hadits Maudhu’ dibagi menjadi dua, yaitu 1 Dari segi Sanad Para Perawi Hadits Sanad adalah rangkaian perawi hadits yang menghubungkan antara pencatat hadits sampai kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam. Terdapat banyak hal untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi sanadnya ini, diantaranya adalah a. Salah satu perawinya adalah seorang pendusta dan hadits itu hanya diriwayatkan oleh dia, serta tidak ada satu pun perawi yang tsiqoh terpercaya yang juga meriwayatkannya, sehingga riwayatnya dihukumi palsu. b. Pengakuan dari pemalsu hadits, seperti pengakuan Abu Ishmah Nuh bin Abi Maryam, bahwa ia telah memalsukan hadits-hadits tentang keutamaan al-Qur`an juga pengakuan Abdul Karim bin Abi Auja’ yang mengaku telah memalsukan empat ribu hadits. c. Fakta-fakta yang disamakan dengan pengakuan pemalsuan hadits, misalnya seorang perawi meriwayatkan dari seorang syekh, padahal ia tidak pernah bertemu dengannya atau ia lahir setelah syekh tersebut meninggal, atau ia tidak pernah masuk ke tempat tinggal syekh. Hal ini dapat diketahui dari sejarah-sejarah hidup mereka dalam kitab-kitab yang khusus membahasnya. d. Dorongan emosi pribadi perawi yang mencurigakan serta ta’ashub terhadap suatu golongan. Contohnya seorang syi’ah yang fanatik, kemudian ia meriwayatkan sebuah hadits yang mencela para sahabat atau mengagungkan ahlul bait. 2 Dari segi Matan Isi Hadits Matan adalah isi sebuah hadits. Diantara hal yang paling penting untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi ini adalah a. Tata bahasa dan struktur kalimatnya jelek, sedangkan Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam adalah seorang yang sangat fasih dalam mengungkapkan kata-kata, karena beliau adalah seseorang yang dianugerahi oleh Allah subhaanahuwata’ala Jawami’ul Kalim kata pendek yang mengandung arti luas.[10] b. Isinya rusak karena bertentangan dengan hukum-hukum akal yang pasti, kaidah-kaidah akhlak yang umum, atau bertentangan dengan fakta yang dapat diindera manusia. Contohnya adalah sebuah hadits إنّ سفينة نوحٍ طافتْ بالبيتِ سبعًا وصلّتْ خلف المقامِ ركعتينِ “Bahwasannya kapal nabi Nuh thawaf keliling Ka’bah tujuh kali lalu shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim.”[11] c. Bertentangan dengan nash al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma’ yang pasti dan hadits tersebut tidak mungkin dibawa pada makna yang benar. Contoh Hadits Maudhu’’ yang maknanya bertentangan dengan al-Qur’an, ialah hadits وَلَدُ الزِّنَا لايَدْخُلُ اْلجَنِّةَ اِلَى سَبْعَةِ اَبْنَاءٍ “Anak zina itu,tidak dapat masuk surga, sampai tujuh keturunan.”[12] Makna hadits ini bertentangan dengan kandungan ayat al-Qur’an وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”[13] Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak sekalian tidak dapat dibebani dosa orang tuanya. d. Bertentangan dengan fakta sejarah pada jaman Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam. Seperti hadis yang mengatakan bahwa Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam menggugurkan kewajiban membayar jizyah atas orang yahudi Khoibar yang ditulis oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan disaksikan oleh Sa’ad bin Mu’adz. Padahal telah ma’ruf dalam sejarah bahwa jizyah itu belum disyaria’tkan saat peristiwa perang Khoibar yang terjadi pada tahun ke-7 hijriyah, karena jizyah baru disyari’atkan saat perang Tabuk pada tahun ke-9 hijriyah. Juga Sa’ad bin Mu’adz meninggal dunia ketika perang Khondaq, dua tahun sebelum peristiwa Khoibar. Sedangkan Mu’awiyah baru masuk Islam pada waktu Fathu Makkah pada tahun ke-8 hijriyah.[14] e. Menyebutkan pahala yang terlalu besar untuk amal yang terlalu ringan atau ancaman yang terlalu besar untuk sebuah dosa yang kecil. Hadits-hadits semacam ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab mau’izhah. Contoh مَنْ قَالَ لا اِلَهَ اِلا اللهُ خَلَقَ اللهُ مِنْ تِلْكَ الْكَلِمَةِ طَائِرًا لَهُ سَبْعُوْنَ اَلْفِ لِسَانٍ لِكُلِّ لِسَانٍ سَبْعُوْنَ اَلْفِ لُغَةٍ يَسْتَغْفِرُوْنَ لَهُ “Barang siapa mengucapkan tahlil laa ilaaha illallah maka Allah subhaanahuwata’ala. menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai lisan, dan setiap lisan mempunyai bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.” Bahkan perasaan halus yang diperoleh dari menyelami hadits secara mendalam, dapat juga dijadikan pertimbangan dalam menentukan Hadits Maudhu’. Al-Rabi’ Ibn Khaitsam berkata “Bahwasannya diantara hadits, ada yang bersinar, kita dapat mengetahuinya dengan sinar itu, dan bahwa diantara hadits ada hadits yang gelap sebagaimana kegelapan malam, kita mengetahuinya dengan itu.” Seseorang yang dapat mengetahui identitas kepalsuan sebuah hadits, tentu saja berasal dari kalangan para ulama yang telah menguasai betul mengenai seluk-beluk hadits dan ilmu-ilmu lain yang dapat mendukung seseorang mengetahui bahwa sebuah hadits adalah palsu. Inilah kaidah yang telah ditetapkan para ulama hadits sebagai dasar memeriksa benar tidaknya suatu hadits dan untuk mengetahui mana yang shahih dan mana yang maudhu’. Dengan memperhatikan apa yang telah dijelaskan ini, nyatalah bahwa para ulama hadits tidak mencukupkan dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga mereka memperhatikan matannya. BAB III KESIMPULAN Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para ’ulama, dapat disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak melakukan dan tidak mentaqrirkannya. Hadits Maudhu’ bisa berupa perkataan dari seorang pemalsu, baik itu dari golongan orang biasa yang sengaja membuatnya demi kepentingan tetentu, atau para ahli hikmah, orang zuhud, bahkan Isra’iliyyat. Selain itu bisa juga merupakan kesalahan rawi dalam periwayatan dengan syarat dia mengetahui kesalahan itu namun dia membiarkannya. Kemunculan hadits-hadits palsu berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam. Dimulai dengan terbunuhnya para khalifah sebelum Ali bin Abi Thaalib rodliyallahu’anhum, dilanjutkan dengan perseteruan yang semakin memuncak antara kelompok ta’ashub Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah. Sehingga terpecahlah islam menjadi beberapa golongan, yang mana sebagian kaum muslimin yang berselisih ini ingin menguatkan kelompok dan golongan mereka masing-masing dengan al-Qur’an dan al-Hadits. Dikarenakan mereka tidak menemukan teks yang tegas yang mengukuhkan pendapatnya masing-masing, karena banyaknya pakar al-Qur’an dan al-Hadits pada saat itu, akhirnya sebagian diantara mereka membuat hadits-hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam untuk mendukung golongan masing-masing. Kaidah-kaidah yang telah ditetapkan para ulama hadits sebagai dasar memeriksa benar tidaknya suatu hadits dan untuk mengetahui mana yang shahih dan mana yang maudhu’ secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu dilihat dari sudut pandang matan dan sanad. Oleh karena itu para ulama hadits tidak mencukupkan dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga mereka memperhatikan matannya. [1] Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik Pustaka AL FURQAN. 2009. hlm. 27. [3] Lajnah Ilmiah. Pengantar Ilmu Hadits. Bogor LESAT Al-Hidayah. 2001. hlm. 141. [4] Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits. Bandung PT AL MA’ARIF. 1970. hlm. 168-169. [5] Jenis ketiga ini termasuk Hadits Maudhu’ apabila perawi mengetahuinya tapi membiarkannya. [6] Lajnah Ilmiah. Pengantar Ilmu Hadits. Bogor LESAT Al-Hidayah. 2001. [7] Mahmud HADITS PRAKTIS. Bogor Pustaka Thariqul Izzah. 2012. hlm. 112. [8] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA. 2009. hlm. 191. [9] Mahmud HADITS PRAKTIS. Bogor Pustaka Thariqul Izzah. 2012. hlm. 112. [10] Maka setiap kalimat yang jelek tata bahasa dan strukturnya tidak mungkin merupakan sabda Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam. Hanya saja al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata ”jeleknya tata bahasa tidak selamanya menunjukan bahwa hadits itu palsu, karena diperbolehkan untuk meriwayatkan hadits dengan maknanya saja. Namun jika si perawi itu menjelaskan bahwa hal ini adalah teks ucapan Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam, maka jeleknya tata bahasa menunjukan kepalsuannya. Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik Pustaka AL FURQAN. 2009. hlm. 38. [12] Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits. Bandung PT AL MA’ARIF. 1970. hlm. 171. [13] al-An’am 164 [14] Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik Pustaka AL FURQAN. 2009. hlm. 39.
ThobarySyadzily. Hadits merupakan salah satu sumber hukum Islam, yang fungsinya menjelaskan, mengukuhkan dan 'melengkapi' firman Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur'an. Di antara berbagai macam hadits, ada istilah Hadits Dha'f. Dalam pengamalannya, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian kalangan ada yang tidakPendahuluan Hadits merupakan penjelas makna ayat-ayat al-Qur’an, bahkan contoh praktis bagaimana seorang muslim melaksanakan ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an. Demikian penting peranan hadits dalam agama Islam, banyak musuh Islam melakukan serangan kepada ajaran Islam dengan membuat dan menyebarkan hadits palsu. Bahkan karena kurangnya ilmu, orang Islam sendiri juga bisa tergoda untuk membuat hadits palsu. A. Pengertian Para ulama memberikan definisi sebagai berikut الحديث الموضوع هو الحديث المُختَلق المصنوع المكذوب على النبي صلى الله عليه وسلم سواء كان عن عمد أو غير عمد Hadits Maudhu’ yaitu hadits yang dibuat sendiri oleh seorang perawi, lalu menisbahkannya kepada Rasulullah Saw. Baik secara sengaja maupun tidak. Istilah mudahnya, hadits maudhu’ itu adalah hadits palsu. Sama maknanya dengan ijazah palsu, polisi palsu, ataupun tangan palsu. B. Macam-macam Hadits Maudhu’ dan Contohnya Berdasarkan definisi di atas, maka hadits maudhu’ itu ada dua macam. Yaitu hadits maudhu’ yang dilakukan secara sengaja oleh seorang perawi dan hadits maudhu’ yang dilakukan secara tidak sengaja. a. Hadits Maudhu’ Yang Sengaja Berikut ini merupakan beberapa contoh hadits maudhu’ حبُّ الوطن من الإيمان Cinta tanah air merupakan bagian dari iman. إنَّ الله تعالى لا يعذبُ حسان الوجوه Sesungguhnya Allah tidak akan mengadzab wajah yang rupawan. لا يدخل النارَ مَن اسمهُ محمد أو أحمد Tidak akan masuk neraka orang yang namanya Muhammad atau Ahmad. b. Hadits Mudhu’ Yang Tidak Sengaja Berikut ini contoh hadits maudhu’ yang tidak sengaja عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ مُحَمَّدٍ الطَّلْحِيِّ، عَنْ ثَابِتِ بْنِ مُوسَى الزَّاهِدِ، عَنْ شَرِيكٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، مَرْفُوعًا “مَنْ كَثُرَتْ صَلَاتُهُ بِاللَّيْلِ حَسُنَ وَجْهُهُ بِالنَّهَارِ. رواه ابن ماجه Dari Ismail bin Muhammad at-Thalhi, dari Tsabit bin Musa az-Zahidi, dari Syarik, dari al-A’masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, yang diriwayatkan secara marfu’ bersambung dari Rasulullah Saw. Barangsiapa banyak shalat malam, maka wajahnya akan berseri-seri di siang hari.” HR. Ibnu Majah Imam Hakim memberikan keterangan tentang hadits di atas دَخَلَ ثَابِتٌ عَلَى شَرِيكٍ وَهُوَ يُمْلِي، وَيَقُولُ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، وَسَكَتَ؛ لِيَكْتُبَ الْمُسْتَمْلِي، فَلَمَّا نَظَرَ إِلَى ثَابِتٍ، قَالَ مَنْ كَثُرَتْ صَلَاتُهُ بِاللَّيْلِ حَسُنَ وَجْهُهُ بِالنَّهَارِ، وَقَصَدَ بِذَلِكَ ثَابِتًا؛ لِزُهْدِهِ وَوَرَعِهِ، فَظَنَّ ثَابِتٌ أَنَّهُ مَتْنُ ذَلِكَ الْإِسْنَادِ؛ فَكَانَ يُحَدِّثُ بِهِ Waktu itu Tsabit datang ketika Syarik sedang mendiktekan hadits. Syarik berkata Dari al-A’masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir dia berkata Bersabda Rasululluah Saw. Lalu Syarik berhenti sejenak. Memberikan kesempatan kepada murid-muridnya untuk menulis. Kemudian Syarik melihat Tsabit yang baru datang. Lalu Syarik berkata Barangsiapa banyak shalat malam, maka wajahnya akan berseri-seri di siang hari. Maksudnya Syarik sedang memuji Tsabit yang dia seorang murid yang zuhud dan wirai. Sementara Tsabit salah sangka. Dia mengira bahwa pujian Syarik itu merupakan matan bagi sanad tersebut. Sehingga Tsabit pun meriwayatkannya sebagai sebuah hadits. Nah, itulah salah satu contoh hadits maudhu’ yang secara tidak sengaja telah dibuat oleh seorang perawi. C. Hukum Menyampaikan Hadits Maudhu’ Bila kita sudah mengetahui bahwa suatu hadits merupakan hadits palsu, maka haram hukumnya menyampaikan hadits itu kepada orang lain. Kecuali untuk menerangkan kepalsuannya. Rasulullah Saw. bersabda مَنْ حَدَّثَ عَنِّى بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ “Barangsiapa menyampaikan berita tentang diriku, dan dia sudah mengetahui bahwa berita itu dusta, maka dia termasuk seorang pendusta.” HR. Imam Muslim. D. Cara Mendeteksi Hadits Maudhu’ Sebuah ditengarai sebagai hadits palsu atau hadits maudhu’, apabila menunjukkan indikasi sebagai berikut 1. Pengakuan perawi Sebagaimana hal ini pernah diakui oleh seorang perawi yang bernama Abu Ishmah Nuh bin Abi Maryam. Dia mengaku telah membuat banyak hadis palsu yang dia nisbahkan pada Abdullah bin Abbas. Juga pengakuan seorang perawi yanga bernama Maisarah bin Abdi Rabbih al-Farisi. Dia mengaku telah membuat banyak hadits tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib sebanyak 70 hadits. 2. Semacam pengakuan dari perawi Misalnya ada seorang perawi yang meriwayatkan dari syeikhnya sebuah hadits yang tidak diriwayatkan dari jalur yang lain. Kemudian dia ditanya mengenai tanggal lahirnya. Setelah dicek tanggal wafat syeikhnya, diketahui bahwa dia tidak mungkin pernah bertemu dengan syeikhnya. Atau setidaknya usianya terlampau muda untuk meriwayatkan hadits dari syeikhnya. 3. Adanya indikasi pada diri perawi Misalnya seorang Syi’ah Rafidhah yang meriwayatkan sebuah hadits tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib. 4. Adanya indikasi pada berita yang diriwayatkan Yaitu sebuah hadits yang isinya – berseberangan dengan akal sehat. – bertentangan dengan kenyataan yang bisa dilihat atau dirasakan dengan mudah. – berlawanan dengan ayat al-Qur’an yang bermakna tegas sharih – memiliki redaksi kalimat yang buruk. Misalnya – sebuah berita yang disampaikan oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa kapal Nabi Nuh thawaf sebanyak tujuh kali, lalu shalat di dekat maqam bekas telapak kaki Ibrahim dua rakaat. – bahwa seorang anak hasil perzinahan tidak akan masuk surga hingga tujuh turunan. E. Alasan Orang Membuat Hadits Palsu Terdapat beberapa alasan orang tega membuat hadits palsu, di antaranya 1. Membuat kisah dan nasihat yang menarik Untuk menarik perhatian orang awam, adakalanya orang suka membuat kisah-kisah yang tidak masuk akal, sehingga membuat banyak orang takjub. Dengan harapan banyak orang yang mengundangnya untuk berceramah dan memperoleh upah. Maka dia membuat hadits palsu sebagai berikut “Barangsiapa mengucapkan Laa ilaah illallaah, maka untuk setiap katanya Allah akan menciptakan seekor burung yang paruhnya terbuat dari emas, dan sayapnya terbuat dari permata.” Ketika perawi hadits itu ditanya, dia pun mengaku telah membuatnya sendiri. Dia berkata, bahwa dia ingin membuat orang senang mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallaah. 2. Fanatik golongan Hadits palsu untuk kepentingan golongan ini banyak dibuat oleh Syiah Rafidhah. Imam Malik berpesan, bahwa jangan sampai kita menerima hadits dari mereka. Karena mereka banyak berdusta. Misalnya hadits palsu berikut ini “Aku Rasulullah Saw. adalah timbangan ilmu. Ali adalah kedua piring timbangan. Hasan dan Husain adalah tali-talinya. Fathimah adalah tangan timbangan. Dan para pemimpin dari keluarga kami adala penyangga timbangan. Di mana amal para pecinta dan pembenci kami akan ditimbang.” Adapun kelompok yang paling mustahil membuat hadits palsu adalah Khawarij. Karena mereka menganggap kafir orang yang berbuat dosa. Apalagi membuat hadits palsu. 3. Memusuhi Agama Islam Para musuh Islam tidak mampu membendung arus kemenangan agama Islam. Maka mereka berpura-pura masuk Islam dengan membawa kebencian kepada ajaran-ajaran Islam dengan membuat hadits-hadits palsu. Isinya merendahkan ajaran Islam. Seperti seorang perawi yang bernama Abdul Karim bin Abi Auja’. Dia dibunuh oleh Gubernur Basrah, Muhammad bin Sulaiman al-Abbasi. Sebelum dibunuh dia mengaku, bahwa dia telah membuat hadits palsu tentang hukum Islam. Contoh hadits palsu yang merendahkan ajaran Islam “Allah menciptakan para malaikat dari bulu dada dan kedua tangan-Nya.” 4. Menyenangkan para penguasa dan mengambil keuntungan pribadi Misalnya ada orang yang bernama Ghiyats bin Ibrahim Nakha’i. Dia bertemu dengan al-Mahdi salah satu khalifah dalam Dinasti Abbasiyah sedang bermain-main dengan burung merpati. Maka secara spontan dia membuat hadits palsu untuk menyenangkan al-Mahdi. Dan benar saja, al-Mahdi pun memberikan uang sebanyak dirham kepingan perak. Namun setelah Ghiyats itu pergi, al-Mahdi berkata “Sungguh aku mengetahui bahwa orang itu seorang pendusta atas diri Rasulullah Saw.” Lalu al-Mahdi menyuruh orang untuk menyembelih burung merpati itu. Penutup Demikianlah beberapa penjelasan tentang hadits maudhu’ atau hadits palsu ini. Semoga bermanfaat bagi kita bersama. Allahu a’lam. _____________________ Bacaan utama Kitab Mabahits fi Ulumil Hadits, Syeikh Manna’ al-Qatthan, rahimatullah. Artikel Syarh al-Hadits al-Maudhu’. Syeikh Muhammad Thaha Sya’ban. Artikel al-Ahadits adh-Dha’ifah wa Atsaruha. Syeikh Ibrahim bin Abdullah al-Mazru’i.
Beliaumenyebutkan pula hadits ini dalam kitabnya, al-La'ali' al-Mashnu'ah (1/44) dan menghukuminya sebagai hadits maudhu' (palsu). Al-Kinani menyebutkan jalan lain untuk hadits ini dalam Tanzih asy-Syariah (1/395) melalui jalan Muhammad bin 'Ali bin Khalaf al-'Aththar, dari Husain al-Asyqar.
Origin is unreachable Error code 523 2023-06-16 170219 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d849e666a930121 • Your IP • Performance & security by Cloudflare